Natal
Tidak
di ketahui secara pasti bila Nabi Isa Dilahirkan, walaupun para penganut
Kristiani mengatakan bahwa kelahiran Al Masih adalah tanggal 25 Desember namun
keyakinan itu sama sekali tidak boleh dipertanggungjawabkan secara pasti. Yang
jelas Nabi Isa dilahirkan pada musim panas, sebagaimana dikisahkan dalam Al
Qur'an bahwa setelah melahirkan putranya, sang ibu Maryam bersandar di sebuah pohon
kurma lalu di wahyukan kepadanya agar menggoyang batang kurma itu,maka
berjatuhanlah rutob dari atas pohon tersebut. Rutob adalah buah
korma yang telah masak (empuk), dan buah kurma tidak akan matang jika
tidak ada angin panas yang bertiup. Jika ada yang berkeyakinan bahwa Nabi Isa
lahir pada musim salju (dingin) maka itu adalah salah.
Bukan sahaja sedetil tanggal lahirnya, Bahkan tahun kelahirannya juga antara Biebel dan
pencetus kalender Masehi yang dipakai saat ini ada perbezaan. Dalam Matius sebutkan
bahwa Isa dilahirkan pada masa raja Herodas dari Roma. Sementara itu para pakar
sejarah mereka mengatakan bahwa raja Herodas mati pada tahun 4 sebelum Masehi,
artinya 4 tahun sebelum kelahiran nabi Isa. Jika Biebel memang benar maka
seharusnya tahun Masehi (yang sekarang 2012) seharusnya sudah 2016. dan jika
yang benar adalah pencipta kalender maka Bibel (kitab suci) mereka yang salah.
Ada kemungkinan juga kedua-duanya salah, dan tidak mungkin keduanya benar.
Sistem
Kerahiban dan Taklid Buta
Sungguh
kacaunya sebuah agama disebabkan kerana sumber asli (kitab suci) dari
agama tersebut telah diacak-acak dan diputar belikkan oleh orang-orang yang
menamakan dirinya atau dinamai ahli ilmu dan ahli ibadah. Dengan sesukanya
orang-orang seperti mereka ini membuat fatwa dan hukum yang menyalahi sumber otentik
dari agama itu sendiri. Mereka dianggap sebagai wakil Tuhan dan orang suci yang
tidak punya salah atau ma'shum. Sehingga ucapan mereka ibarat wahyu yang harus
ditaati meskipun itu mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.
Jika
demikian maka ini bererti telah menjadikan orang alim (baik itu ulama, pendeta,
rahib dan sebagainya) sebagai tuhan-tuhan selain Allah. Mungkin mereka
beralasan dengan mengatakan: "Kami kan tidak menyembah mereka!"
Alasan serupa juga pernah disampaikan oleh seorang Ahlu Kitab yang masuk Islam,
Adiy bin Hatim, tatkala ia mendengar Nabi Shallallaahu alaihi wa salam membaca
firman Allah, yang artinya: "Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan
rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan (juga mereka menjadikan
Rabb) Al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang
Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Allah
dari apa yang mereka persekutukan." (QS. 9:31)
Mendengar
pembelaan diri dari Adiy, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa salam lalu
bertanya: "Tidaklah mereka itu mengharamkan apa yang telah dihalalkan
Allah lalu kamu pun mengharamkannya? Dan tidaklah mereka itu menghalalkan apa
yang telah diharamkan Allah lalu kamupun (ikut) menghalalkannya?"
Semua
pertanyaan Nabi Shallallaahu alaihi wa salam dibenar-kan oleh Adiy, maka
beliaupun bersabda: "Itulah ibadah (penyembahan) kepada meraka."
(HR. Imam Ahmad dan At-Tirmidzi dengan mengatakan hasan)
Fenomena
seperti ini ternyata juga merebak di kalangan kaum muslimin dimana masih banyak
diantara mereka terjebak dalam kultus Individu, menganggap wali ma'shum
terhadap seseorang yang segala tingkah laku dan ucapannya tidak boleh
disalahkan, dengan alasan takut kuwalat (tertimpa bencana), atau beranggapan
mereka memiliki maqom (kedudukan) yang tidak bisa dimengerti dan dicapai
orang awam.
Demikianlah
sistem kerahiban dalam agama Nashara telah menjadikan penganutnya dicap Allah
sebagai orang dloollin (sesat). Sistem ini sebagaimana disebutkan dalam firman
Allah surat Al Hadid ayat 27 merupakan perkara yang diada-adakan dan sama
sekali tidak pernah diperintahkan oleh Allah. Artinya: "Dan mereka
mengada-adakan rahbaniyyah padahal kami tidak mewajibkannya kepada mereka
tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan
Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya.
Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya
dan banyak di antara mereka orang-orang yang fasik." (QS. 57:27)
Dengan
kata lain mereka telah membuat bid'ah dalam tata cara agama
mereka,sehingga mereka menjadi sesat. Oleh karena itu Rasulullah, jauh-jauh
sudah mengingatkan, agar Islam terjaga kemurniannya maka beliau bersabda, yang
artinya: "Setiap hal yang baru (dalam urusan agama adalah bid'ah, dan
setiap bid'ah adalah sesat." (HR. Imam Ahmad, Abu Dawud,
At-Tirmidzi, Ibnu Majah).
Bagaimana
Dengan Maulid Nabi S.A.W?
Maulid
(peringatan Hari kela-hiran) Nabi Shallallaahu alaihi wa salam
sudah menjadi tradisi bagi sebagian besar kaum muslimin di Indonesia. Hari
tersebut dianggap sebagai hari besar (hari raya) yang harus diperingati secara
rutin tiap tahun. Peringatan secara rutin dan terus menerus dalam istilah Arab
disebut dengan Ied, sedang kalau kita ingin meneliti dalam
kitab-kitab hadits bab tentang hari raya disana biasanya tertulis Kitabul Idain
(kitab tentang dua hari raya atau hari besar), maksudnya Iedul Fithri dan Iedul
Adha. Dari sini jelas sekali bahwa hari Besar dalam Islam yang diperingati
secara rutin tiap tahun hanya ada dua hari saja. Sekiranya ada hari besar lain
yang waktu itu dirayakan oleh Rasulullah dan para sahabatnya, tentu kaum
muslimin mulai zaman shahabat, tabiin dan tabiut-tabiin sudah lebih dahulu
melakukannya. Sebagaimana mereka merayakan Idain secara mutawatir, tanpa ada
khilaf, dan sudah barang tentu juga dijelaskan adab-adabnya dan bagaimana
prakteknya.
Sedangakan
dalam tinjauan syar'i peringatan maulid Nabi sebagaimana di kemukakan syaikh
Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullaah dalam kitabnya At Tahdzir minal
Bida', adalah merupakan hal baru dalam Islam, yang tidak pernah di contohkan
oleh Rasulullah, para shahabat dan tabi'in. Ada beberapa alasan mengapa beliau
tidak memperbolehkan peringatan semacam ini
- Pertama:
merupakan amalan baru yang tertolak, sebagaimana sabda Nabi n, yang
artinya: "Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu hal baru) adalam
urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya maka akan
ditolak" (Muttafaq Alaih).
- Kedua:
Menyelisihi Sunnah Nabi dan Khulafaur Rasyidin. Nabi Shallallaahu alaihi
wa salam bersabda, artinya: "Kamu semua harus berpegang teguh pada
sunnahku (setelah Al-Qur'an) dan sunnah khulafaur Rasyidin yang mendapat
petunjuk Allah setelahku." (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi).
- Ketiga:
Mengambil ajaran bukan dari Nabi, Firman Allah. artinya: "Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dila-rangnya
bagimu maka tinggalkan-lah; dan bertaqwalah kepada Allah. Sesung-guhnya
Allah sangat keras hukuman-Nya." (QS. 59:7)
- Keempat: Tidak
pernah dicon-tohkan dan diteladankan oleh Nabi Shallallaahu alaihi wa
salam padahal sebisa mungkin kita harus meneladani beliau, Firman Allah,
artinya: "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (keda-tangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah."
(QS. 33:21)
- Kelima: Agama
Islam telah sempurna tidak perlu penambahan ajaran baru lagi. Firman
Allah, artinya: "Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai
Islam itu jadi agamamu." (QS. 5:3)
- Keenam: Bahwa
Rasulullah telah menunjukan seluruh kebaikan kepada umatnya dan telah
memperingatkan dari kejahatan yang beliu ketahui, sebagaimana diriwayatkan
oleh Imam Muslim. Beliau tidak pernah memberi petunjuk tentang peringatan
maulid ini, bahkan sebaliknya memperingatkan dari perkara-perkara baru
dalam Islam.
- Ketujuh: Membuat
ajaran baru dalam Islam merupakan seburuk-buruk perkara, sebagaiaman
penggalan sabda beliau Shallallaahu alaihi wa salam dalam sebuah
khutbahnya, yang artinya: " Dan seburuk-buruk perkara(dalam agama)
ialah yang di ada-adakan (bid'ah), dan setiap bid'ah itu kesesatan." (HR.
Muslim)
- Kedelapan:
Merupakan sikap tasyabuh (meniru-niru) ahli kitab dari kaum Yahudi
dan Nashrani dalam hari-hari besar mereka.
Belum
lagi jika dalam acara tersebut terdapat ghuluw (sikap berlebihan)
terhadap Nabi Shallallaahu alaihi wa salam misalnya berkeyakinan kalau Nabi
datang dalam acara tersebut dan bisa menjawab do'a, ikhtilath yaitu
bercampur baur pria dan wanita yang bukan muhrim, atau diselingi dengan pentas
musik dan sebaginya.
Kalau
kita selidiki kedua kes di atas baik itu natal maupun maulid Nabi n, jelas ternyata
sumber kekeliruannya adalah sama yaitu Niat baik yang salah cara
penyalurannya.Padahal Islam telah mengajarkan bahwa suatu amal dikatakan Shalih dan akan diterima oleh Allah selain diniatkan dengan ikhlas juga harus
mengikuti cara dan petunjuk yang dibawa oleh Nabi n. Kerana kalau kita lihat
dalam Al-Qur'an, orang kafir yang dikatakan oleh Allah sebagai orang yang
paling rugi amalnya ternyata dikeranakan salah prediksi (perkiraan). Mereka
sangka apa yang mereka lakukan adalah kebaikan-kebaikan sebagaimana yang mereka
niatkan, padahal sebenarnya adalah kesesatan, firman Allah, artinya: "Katakanlah:
"Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling
merugi perbuatannya. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam
kehidupan dunia ini, sedang mereka menyangka bahwa mereka berbuat
sebaik-baiknya." (QS. 18:103-104)
Janganlah
kita seperti mereka, samakan cara ibadah kita dengan cara ibadah Nabi
Shallallaahu alaihi wa salam dan para sahabatnya, dan sertailah dengan niat
ikhlas karena Allah. (Dept. Ilmiah)
Sumber:
-
Waspada Terhadap Bid'ah, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Yayasan
Al-Sofwa, cet. 2, 1997.
- Kitab Tauhid, Syaikh At-Tamimi.
- Benarkah Al-Qur'an mengatakan Bibel Sudah Berubah?, HM. Thaha Suhami, Yayasan Kebangkitan Kaum Muslimin.
- Al-Qur'an dan Terjemahannya, cetakan Madinah Munawwarah.
- Kitab Tauhid, Syaikh At-Tamimi.
- Benarkah Al-Qur'an mengatakan Bibel Sudah Berubah?, HM. Thaha Suhami, Yayasan Kebangkitan Kaum Muslimin.
- Al-Qur'an dan Terjemahannya, cetakan Madinah Munawwarah.
No comments :
Post a Comment